KATA
PENGANTAR
Assalamu'alaikum
Wr. Wb
Puji dan syukur kita
panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “prosesi gunting rambut dan tinjak
tanah adat melayu”.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis tidak lepas dari berbagai rintangan maupun
hambatan namun dengan adanya
bimbingan,dorongan serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini
dapat diiselesaikan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, terdapat banyak
kekurangan yang disebabkan keterbatasan dan kemampuan penulis itu sendiri.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca demi kesempurnaan dan perbaikan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.
Amin.
Wassalamu'alaikum
Wr. Wb
Pontianak, JUNI 2012
Penulis
MECI UNIARSI
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Adat istiadat adalah suatu ciri khas dari suatu suku
atau daerah setempat. Dengan Adat istiadat suatu suku dapat mengekspresikan
bagaimana filosofi dari suku nya, atau pun hal hal terdahulu yang perlu
dilaksanakan.
Hidup di
kandung adat, mati di kandung tanah. Itulah peribahasa orang tua sejak zaman
dahulu kala. Dari itulah sejak dulu secara turun temurun adat tetap
dipertahankan hingga kini. Walaupun kita percaya bahwa adat istiadat yang kita
lakukan sekarang ini sudah menyesuaikan dengan tempat dan pengaruh dari adat
budaya yang dibawa dari luar serta pengaruh zaman dan waktu.
Untuk inilah
kita perlu untuk mencatat dan memberikan pegangan untuk melaksanakan acara adat
Begunting Rambut dan Tinjak Tanah. Mudah-mudahan dengan panduan ini kita tidak
terlalu jauh melenceng dari tata cara dan makna dari adat yang akan
dilaksanakan.
B. Tujuan
1.
Agar kita lebih mengingat adat istiadat suku atau
daerah sendiri
2.
Agar orang lain juga mengenal adat istiadat dari suku
atau daerah kita.
BAB
II
PEMBAHASAN
PROSESI
GUNTING RAMBUT DAN TINJAK TANAH
ADAT
MELAYU KAYONG
A.
GUNTING RAMBUT
Apabila anak bayi telah berumur 40
hari dan paling lama usia setahun, diadakan upacara Gunting Rambut dan Tinjak
Tanah. Upacara ini bagi masyarakat Melayu yang berdomisili di Kabupaten kayong
tak ada yang berani mengabaikannya, karena dipercayakan akan berakibat buruk
bagi sang bayi kelak.
Sebelum diadakan upacara ini, maka
sang anak tidak diperbolehkan menginjak tanah. Ini suatu pantang/pemali bagi
masyarakat Melayu Kayong. Upacara ini mulai dari yang sangat sederhana, hingga
secara besar-besaran dan mewah, tergantung kemampuan orang tua si bayi. Karena
ada Melayu yang bersandarkan syarak, syarak bersandarkan Kitabullah, maka dalam
upacara ini akan terlihat dengan jelas.
Selanjutnya
berdasarkan legenda yang dipercaya oleh masyarakat kayong bahwa nenek moyang
yang berasal dari Indonesia, pertama kali adalah rombongan Tuk Upui dengan ciri
berkendit hitam, pada upacara gunting rambut dan tinjak tanah si bayi beri
selembar benang warna hitam diikatkan ke pinggang bayi.
Rombongan
kedua adalah rombongan yang dipimpin oleh Tuk Bubut bergelang benang. Ini
terlihat bahwa sang bayi yang akan mengikuti upacara diberi gelang dari kain
berwarna kuning (hal yang sama akan diberikan juga pada anak laki-laki yang
akan bersunat).
Upacara
gunting rambut merupakan satu paket yang terdiri dari Gunting Rambut, Tinjak
Tanah, Betimbang (bagai turunan bangsawan), Mandi-mandi, dan Makan Nasi Adab.
Pada
hakikatnya upacara ini adalah melaksanakan Sunnah Rasul yang kemudian
digabungkan dengan adat istiadat warisan nenek moyang. Kepada sang bayi
kenalkan bahwa ia berasal dari tanah dana akan kembali kepada tanah. Hal ini
diperlambangkan dengan menampilkan tanah sekepal, telur sebiji, paku, dan
keminting pada piring ketujuh dari susunan piring-piring setelah tangga dari
tebu.
Pelaksanaan
gunting rambut :
Upacara ini didahului pembacaan kita Al-Berzanzi. Anak bayi yang akan digunting rambutnya
dipersiapkan sebagai berikut:
·
Pemasangan kendit
·
Pemasangan gelang benang (kain kuning)
·
Rambutnya diikat-ikat, setiap ikatan diikatkan
manik-manik atau hiasan dan kadang uang logam atau cincin emas.
·
Sebuah talam yang berisi gunting, cincin emas, kelapa
cengkir yang sudah dihiasi dan masih berisi airnya sebatang lilin yang menyala,
bunga rampai, mata beliung, serta tepung tawar yang sekarang disebut kase
beras.
·
Sebuah talam lagi berisi bunga cucok telur.
Begitu
pembacaan Al-Berzanzi sampai ke pembacaan Qasidah Berzanzi yang biasa disebut
Asraqal, di mana semua tamu berdiri, maka sang bayi dikeluarkan. Bayi keluar
pada saat lagu Qasidah sampai pada Ya Habibi.
Sebelum
didahului dengan menaburkan bunga rampai yang berisi permen atau uang logam
yang diperebutkan oleh anak-anak. Penaburan bunga rampai tersebut dimaksudkan
sebagai pemberitahuan dimulainya gunting rambut.
Bayi
disodorkan kepada orang yang dihormati baik tentang usia, agama dan adat
istiadatnya. Orang tersebut mengambil gunting dan dengan membaca doa singkat
untuk kebaikan sang bayi, maka ikatan rambut digunting. Setelah menggunting,
maka yang bersangkutan diserahkan sebuah bunga cucok telor.
Selanjutnya
pengguntingan rambut bayi diserahkan ke beberapa orang berikutnya sesuai dengan
jumlah bunga cucok telor yang tersedia dengan hitungan ganjil, yaitu minimal 3
maksimal 7.
Kadang-kadang
dibawakan Qasidah Berzanzi yang sudah sangat langka dan hampir punah di tanah
Kayong, yaitu Qasidah Berzanzi yang diiringi dengan gendang tar. Budaya ini
mungkin mengingat kita bahwa pada waktu Rasulullah tiba di Yasrif atau sekarang
Madinah, maka para penyambut menyanyikan Qasidah Tala’al Badru sambil memukul
gendang.
B.
TINJAK TANAH
Acara
Ini tak terpisahkan dari acara gunting rambut. Hanya kadang-kadang karena
kesanggupan orang tua sang bayi belum cukup, maka terpaksa acara Tinjak Tanah
ditunda untuk sementara waktu.
Bahan yang dipersiapkan adalah sebagai berikut:
- Balai Jawe. Sebuah bangunan berupa rumah mini tanpa dinding (balai).
- Tebu kuning secukupnya untuk dibuat tangga dan bangunan seperti atap.
- Juadah sebanyak 6 jenis yaitu: dodol merah, dodol putih, cucor, ariadam, cengkarok, dan sesagun yang masing-masing ditaruh dalam sebuah piring.
- Sepiring lagi berisi tanah dan sebiji telur ayam kampung.
Tebu
yang telah dibuat tangga tersebut ditutup dengan kain batik 7 lapis atau
sekurang-kurangnya 3 lapis.
Kue-kue
yang di dalam 6 buah piring dan piring ketujuh yang berisi tanah dan telur
disusun di depan “tangga” dengan urutan, dodol, dodol putih, cocor, ariadam,
cengkarok, sesagun, tanah, telur ayam, dan paku keminting.
Begitu
gunting rambut selesai, maka anak bayi tersebut mula-mula melewati bangunan
yang dinamakan Balai Jawe (khusus untuk anak kaum bangsawan) yang disambut oleh
seorang pemuda dan langsung diinjakkan ke tangga dari tebu. Sampai di puncak,
lalu menurun dan diinjakkan ke piring-piring yang berisi kue-kue tersebut.
Setiap putaran maka kain penutup tangga tebu dibuka. Setelah genap tujuh kali,
maka telur dipecahkan dan diinjakkan ke kaki sang bayi.
Biasanya tangga tebu tersebut
dilemparkan ke halaman rumah lalu jadi rebutan anak-anak dan juga orang tua
yang punya anak kecil serta kakek-kakek yang punya cucu. Namun biasanya sebelum
sempat dilempar ke halaman langsung diperebutkan. Perebutan tangga tebu ini
menandakan bahwa cara Tinjak Tanah telah selesai.
Makna dari
kegiatan Tinjak Tanah ini adalah:
- Sang bayi turun dari rumah yang dilambangkan dengan Balai Jawe.
- Dalam mengarungi kehidupan ada naik dan turunnya dengan perlambangan tangga tebu.
- Dalam mengarungi kehidupan mengalami pahit manisnya kehidupan dengan perlambang juadah-juadah dalam enam buah piring.
- Lambang paku, keminting merupakan doa bagi sang bayi agar tegar dalam mengarungi kehidupan kelak.
- Akhirnya disadarkan kepada sang anak bahwa kita ini berasal dari tanah dan kembali ke tanah dengan perlambang memecahkan telur ayam di atas tanah pada piring terakhir.
- Adapun rebutan tangga tebu adalah suatu perlambang bagi sang bayi, bahwa rezeki dari Allah tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan dengan tangan, akal, dan pikiran.
DAFTAR PUSTAKA
·
file:///C:/Users/Acer/Downloads/prosesi-gunting-rambut-dan-tinjak-tanah-adat-melayu-ketapang.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar